Dalam tulisan ini, saya akan membedah sebuah naskah berjudul “Feminist Principles Evaluation” oleh Donna Rae Podems. Tulisan ini berupaya mengurai secara sistematis kekuatan dan kelemahan naskah tersebut, menggunakan pendekatan analitis dalam kerangka keilmuan Kajian Gender dan feminisme. Naskah ini merupakan book chapter dan diterbitkan sebagai bagian dari Research Handbook on Program Evaluation (Edward Elgar Publishing, 2023). Referensi yang dapat digunakan untuk naskah ini adalah sebagai berikut (menggunakan MLA) :
Podems, Donna Rae. “Feminist Principles Evaluation.” Research Handbook on Program Evaluation, edited by [editor tidak disebutkan], Edward Elgar Publishing, 2023, pp. 174–191.
Naskah ini tidak mengkaji satu negara atau komunitas tertentu secara empiris, melainkan menyusun kerangka teoretis dan praktis untuk pendekatan evaluasi feminis yang dapat diadaptasi lintas konteks. Namun, Donna Rae Podems mengutip berbagai contoh dari Amerika Serikat, Afrika, Eropa, dan Asia Selatan untuk memperkuat argumentasi tentang penerapan pendekatan ini secara global. Rumusan masalah yang menjadi inti dari naskah ini adalah: “Bagaimana prinsip-prinsip feminis dapat dioperasionalisasikan secara praktis dalam proses evaluasi untuk mendorong perubahan transformatif yang berkeadilan gender, sekaligus menanggapi tantangan sosial-politik serta struktur patriarki yang mengakar dalam sistem evaluasi konvensional?“
Metodologi yang digunakan bersifat teoretis-konseptual dan praktis-aplikatif. Podems menyusun prinsip-prinsip feminis yang dapat diimplementasikan dalam praktik evaluasi melalui pendekatan reflektif, partisipatif, dan advokatif. Ini mengindikasikan bahwa metode kajian dalam tulisan ini merupakan kombinasi dari studi literatur, refleksi praktik profesional, serta sintesis dari berbagai pendekatan evaluasi (seperti systems thinking, principles-focused evaluation, dan Blue Marble evaluation).
Secara teoretis, Podems menyatakan menggabungkan beragam aliran feminisme yang melandasi pendekatan ini, antara lain:
- Liberal Feminism: Hak dan peluang yang setara (Brisolara, 2014).
- Radical Feminism: Patriarki sebagai sistem penindasan struktural (Letherby, 2003).
- Socialist Feminism: Interseksionalitas antara kelas, gender, ras (Seigart & Brisolara, 2002).
- Multicultural Feminism: Pengakuan akan keberagaman pengalaman perempuan (hooks, 2014).
- Ecofeminism: Hubungan antara eksploitasi alam dan perempuan (Meadows, 2008).
- Postmodern Feminism: Penolakan terhadap kebenaran tunggal dan dominasi epistemik (Harding, 2020).
Salah satu kutipan yang menunjukkan posisi epistemologis naskah ini adalah:
FPE encourages an evaluator to ask difficult questions about privilege and discrimination, guides the evaluator in the related discussions, and provides the theoretical backing often needed to defend such an approach.
Naskah ini menawarkan sembilan prinsip operasional dan satu prinsip utama Feminist Principles Evaluation (FPE), yaitu:
Prinsip Utama (Overarching Principle): Gunakan evaluasi untuk mendukung perubahan transformatif bagi perempuan yang membuka jalan menuju kesetaraan gender.
Prinsip ini menjadi panduan utama seluruh proses evaluasi dan mendasari semua prinsip operasional lainnya. Ia menegaskan bahwa tujuan utama evaluasi adalah mendorong keadilan gender melalui transformasi sosial yang nyata.
Prinsip Operasional FPE
- Ko-kreasikan evaluasi bersama perempuan yang beragam: Libatkan perempuan dari berbagai latar belakang dalam perencanaan dan pelaksanaan evaluasi, sejak awal hingga akhir.
- Perhatikan ketimpangan gender di setiap tahap evaluasi: Identifikasi dan tangani ketimpangan gender secara sadar dan sistematis sepanjang proses evaluasi.
- Masukkan perspektif yang beragam:Akui bahwa perempuan bukan kelompok homogen; penting untuk menghadirkan keragaman suara dan pengalaman dalam evaluasi.
- Perkuat kapasitas dan pengetahuan melalui pembelajaran bersama: Pastikan partisipasi perempuan dalam evaluasi didukung oleh penguatan kapasitas dan proses pembelajaran kolektif.
- Identifikasi dan hadapi dinamika kekuasaan yang menciptakan ketimpangan: Evaluasi tidak netral terhadap relasi kuasa, maka penting untuk menyorot, menantang, dan mencoba mengubah relasi kuasa yang tidak adil.
- Gunakan perspektif sistemik untuk mengatasi ketimpangan struktural dan sistemik: Analisis ketimpangan gender sebagai hasil dari sistem sosial-politik yang saling terkait, bukan sekadar masalah individu atau budaya.
- Akui bahwa produksi pengetahuan tidak bebas nilai: Pertanyakan bagaimana “fakta” diproduksi dan siapa yang menentukan kebenaran dalam proses evaluasi.
- Periksa bagaimana ketimpangan gender bersifat interseksional: Perhatikan bagaimana identitas sosial lainnya seperti ras, kelas, orientasi seksual, dan disabilitas saling berkelindan dengan gender dalam menciptakan ketimpangan.
- Advokasikan dan ambil tindakan untuk mengurangi ketimpangan gender: Gunakan hasil evaluasi sebagai dasar untuk aksi nyata dan perubahan kebijakan yang berpihak pada keadilan gender.
Sebagai catatan substantif, naskah ini menunjukkan bahwa Donna Rae Podems berupaya menjawab kekosongan antara teori feminis dan praktik evaluasi. Ia menegaskan bahwa evaluasi yang selama ini diklaim objektif seringkali melanggengkan ketimpangan melalui netralitas semu. Evaluasi feminis, menurut Podems, justru harus berposisi, memihak pada keadilan, dan bersifat transformatif. Pendekatannya sangat relevan bagi konteks dunia selatan (Global South) dan dapat digunakan untuk mendorong dekolonisasi evaluasi.
Kelebihan:
- Cukup aplikatif dan berani menempatkan aktivisme sebagai bagian dari evaluasi.
- Menawarkan prinsip konkret yang dapat dipraktikkan langsung oleh evaluator.
- Menggabungkan sistem berpikir yang kompleks (systems thinking) dalam evaluasi feminis.
Namun demikian, masih ada beberapa kritik konstruktif yang perlu diajukan terhadap naskah ini.
- Meskipun menyebut perlunya dekolonisasi, pendekatan FPE ini masih didominasi oleh epistemologi dan narasi dunia utara (Global North). Hal ini terlihat dari dominasi kutipan penulis Barat dan minimnya referensi dari pengetahuan lokal atau epistemologi feminis dunia selatan.
- Kurangnya contoh empiris yang spesifik (misalnya studi kasus lokal) menjadikan FPE masih terasa sebagai konstruksi normatif yang butuh pengujian lebih lanjut.
- Isu kapasitas dan sumber daya, terutama di Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) kecil atau organisasi komunitas, tidak cukup dibahas, padahal pelibatan perempuan secara mendalam dan co-learning membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit.
Salah satu cetak kritis yang juga penting adalah bahwa pendekatan FPE masih menghadapi dilema, antara ingin menjadi pendekatan transformatif namun tetap ingin “diterima” dalam dunia evaluasi yang masih sangat teknokratis. Kekuatan FPE justru terletak pada keberaniannya mengusik kenyamanan ini dan menawarkan cara baru dalam menilai apa yang dianggap berhasil dalam sebuah intervensi sosial. Namun akan lebih kuat lagi jika FPE juga menginterogasi kerangka donor dan mekanisme pelaporan yang seringkali mengeliminasi suara kelompok marjinal.
Secara umum, naskah ini merupakan kontribusi penting dalam membangun kerangka evaluasi feminis yang lebih praktis, reflektif, dan advokatif. Meski masih menyisakan ruang perdebatan, terutama soal dekolonisasi dan penerapan lintas konteks, FPE layak dijadikan acuan dasar dalam membangun sistem evaluasi yang lebih adil gender. Terutama bagi evaluator, akademisi, atau aktivis yang berupaya menyelaraskan teori feminis dengan praktik evaluasi di lapangan, pendekatan ini menjadi jembatan antara idealisme dan kerja konkret.
Tulisan ini juga membuka peluang lanjutan: bagaimana jika prinsip-prinsip FPE diadaptasi untuk konteks Indonesia? Bagaimana penerapannya dalam konteks proyek berbasis komunitas, dalam kerangka Musrenbang, atau dalam evaluasi program gender di desa? Pertanyaan ini menjadi undangan untuk eksplorasi lanjutan yang tidak hanya mereplikasi teori, tapi juga memproduksi praktik dan teori baru dari dunia selatan.
Comments
Evaluasi Feminis: Mengusung Kesetaraan dan Keadilan Gender – Andi Pangerang
[…] Untuk mendalami prinsip-prinsipnya, sila mengunjungi tulisan saya mengenai Prinsip-Prinsip Evaluasi Feminis. […]
Evaluasi Feminis Tapi Masih Positivistik? – Andi Pangerang
[…] internasional. Donna Rae Podems, salah satu tokoh penting dalam ranah ini, menawarkan kerangka Feminist Principles Evaluation (FPE). FPE menjanjikan evaluasi yang “transformatif”, “berbasis aktivisme”, […] Baca[…] internasional. Donna Rae Podems, salah satu tokoh penting dalam ranah ini, menawarkan kerangka Feminist Principles Evaluation (FPE). FPE menjanjikan evaluasi yang “transformatif”, “berbasis aktivisme”, dan “fokus […] Tutup